Pengertian Percobaan Tindak Pidana
Rabu, 06 Mei 2020
Edit
Hukum Pidana- merupakan sebuah unsur hukum yang menganut atau mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Namun sebelum lanjut membaca, artikel ini akan membahas mengenai pengertian percobaan tindak pidana, untuk mengetahui lebih lanjut silahkan simak bahasan dibawah ini.
Menurut Adami Chazawi, yang dimaksud dengan percobaan menurut undang-undang tidak memberikan defnisi apakah yang dimaksud dari percobaan itu, akan tetapi yang diberikan (Pasal 53 KUHP) hanyalah ketentuan mengenai syarat-syarat supaya percobaan pada kejahatan itu dapat dihukum (Chazawi, 2011:2).
Percobaan dalam sehari-hari merujuk pada sesuatu hal, tetapi tidak sampai pada tujuan yang dituju itu, atau ketika hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai.
Kemudian, menurut Jan Remmelink, dalam bahasa sehari-hari percobaan dimengerti sebagai upaya untuk mencapai tujuan tertentu tanpa keberhasilan mewujudkannya. (Remmelink, 2003: 285).
Contohnya: bermaksud membunuh orang, telah menyerang, tetapi orang tersebut tidak sampai mati, atau contoh lainnya ketika ingin mencuri tetapi tidak berhasil.
Pasal 53 KUHP merumuskan:
Menurut Wirjono Prodjodikoro, berdasarkan isi Pasal 53 KUHP sebenarnya tidak terlihat mengenai apa yang diartikan dengan “percobaan”. Pengertian ini dianggap sudah jelas, hanya disebutkan syarat-syarat untuk mengenakan hukuman pidana juga terhadap percobaan melakukan kejahatan.
Pada perumusan Pasal 53 KUHP menandakan bahwa memberikan pidana percobaan tindak pidana adalah pengecualian dan hanya perbutan percobaan yang selesai saja yang dapat dikenakan pidana.
Maka, perluasan tindak pidana sampai dengan percobaan hanya terbatas pada “kejahatan”, tidak meliputi juga “pelanggaran” yang termuat dalam Buku III KUHP dan lain-lain undang-undang yang menggolongkan suatu tindak pidana tertentu ke dalam golongan “pelanggaran”.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa dalam perumusan Pasal 53 ayat (1) KUHP bukan merupakan defnisi dari “percobaan kejahatan” tetapi hanya rumusan yang memuat syarat-syarat percobaan kejahatan dapat dipidana.
Adapun penjelasan lebih rincinya adalah:
Menurut Moeljanto, permulaan pelaksanaan delik yang diniatkan haruslah memenuhi tiga syarat, yaitu (Abidin,2006:84):
Adapun dari syarat a dan b berasal dari rumusan delik percobaan misalnya Pasal 53 KUHP, sedangkan syarat c merupakan syarat mutlak bagi setiap delik. Pun pendapat dari Moeljatno ini adalah pendapat yang memandang bahwa percobaan itu sebagai delik berdiri di samping delik dalam bentuk selesai.
Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Syarat ketiga agar seseorang dapat dikatakan telah melakukan percobaan menurut KUHP adalah adanya pelaksanaan yang tidak selesai, bukan semata-mata karena disebabkan oleh kehendak pelaku.
Sehingga apabila tidak selesainya pelaksanaan itu disebabkan oleh kehendak sendiri (vrijwillige terugted) maka pelaku dapat dipidana. Tidak terlaksananya tindak pidana yang hendak dilakukannya itu bukan karena adanya faktor keadaan dari diri orang tersebut, yang memaksanya untuk mengurungkan niatnya semula.
Menurut Kanter dan Sianturi, keadaan yang dimaksud adalah setiap keadaan secara fisik maupun psikis yang datangnya dari luar yang menghalangi atau menyebabkan tidak sempurna terselesaikan kejahatan itu. Contoh dari keadaan fisik dalam pembunuhan yang hendak dilakukan oleh X dan Y (Kanter dan Sianturi, 2002: 324):
Kemudian, jika tidak terselesaikannya perbuatan itu disebabkan oleh keinginan pelaku sendiri, maka dapat dikatakan bahwa ada pengunduran diri secara sukarela. Tidak terselesaikannya perbuatan karena kehendak sendiri secara teori dapat dibedakan antara (Nawawi Arief, 1984: 16):
Nah itu dia bahasan dari pengertian percobaan tindak pidana, dari penjelasan diatas bisa diketahui mengenai pengertian pecobaan tindak pidana, unsur percobaan tindak pidana, teori percobaan dalam tindak pidana, dan bentuk percobaan dalam tindak pidana. Mungkin hanya itu yang bisa disampaikan dalam artikel ini, mohon maaf bila terjadi kesalahan dalam penulisan, terimakasih telah membaca artikel ini."God Bless and Protect Us"
Percobaan Tindak Pidana
1. Pengertian Percobaan Tindak Pidana
Pengertian mengenai percobaan ada beragam dari beberapa ahli yang mendefnisikannya.Salah satu defnisi yang akan dijelaskan adalah dari Adami Chazawi.Menurut Adami Chazawi, yang dimaksud dengan percobaan menurut undang-undang tidak memberikan defnisi apakah yang dimaksud dari percobaan itu, akan tetapi yang diberikan (Pasal 53 KUHP) hanyalah ketentuan mengenai syarat-syarat supaya percobaan pada kejahatan itu dapat dihukum (Chazawi, 2011:2).
Percobaan dalam sehari-hari merujuk pada sesuatu hal, tetapi tidak sampai pada tujuan yang dituju itu, atau ketika hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai.
Kemudian, menurut Jan Remmelink, dalam bahasa sehari-hari percobaan dimengerti sebagai upaya untuk mencapai tujuan tertentu tanpa keberhasilan mewujudkannya. (Remmelink, 2003: 285).
Contohnya: bermaksud membunuh orang, telah menyerang, tetapi orang tersebut tidak sampai mati, atau contoh lainnya ketika ingin mencuri tetapi tidak berhasil.
2. Unsur Percobaan Tindak Pidana
Perihal percobaan kejahatan merupakan ketentuan umum hukum pidana, yang dimuat dalam Buku I Bab IV terdiri dua Pasal, 53 dan 54, dalam hal ini berbeda dengan pengulangan (residive) yang tidak mengenal ketentuan umum yang dimuat dalam buku I.Pasal 53 KUHP merumuskan:
- Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan kehendaknya sendiri.
- Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
- Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
- Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pada perumusan Pasal 53 KUHP menandakan bahwa memberikan pidana percobaan tindak pidana adalah pengecualian dan hanya perbutan percobaan yang selesai saja yang dapat dikenakan pidana.
Maka, perluasan tindak pidana sampai dengan percobaan hanya terbatas pada “kejahatan”, tidak meliputi juga “pelanggaran” yang termuat dalam Buku III KUHP dan lain-lain undang-undang yang menggolongkan suatu tindak pidana tertentu ke dalam golongan “pelanggaran”.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa dalam perumusan Pasal 53 ayat (1) KUHP bukan merupakan defnisi dari “percobaan kejahatan” tetapi hanya rumusan yang memuat syarat-syarat percobaan kejahatan dapat dipidana.
Adapun penjelasan lebih rincinya adalah:
- Adanya niat (voornemen)
Niat atau voornemen dalam teks Belanda, yang menurut doktrin adalah kehendak untuk melakukan kejahatan, atau disebut juga dengan opzet atau kesengajaan.
Menurut Moeljatno niat jika dipandang dari sudut bahasa adalah sikap batin seseorang yang memberi arah kepada apa yang akan diperbuatnya (Chazawi, 2002:14). Sementara, menurut MvT, niat dapat diartikan sama dengan kehendak atau maksud untuk berbuat sesuatu. - Adanya permulaan pelaksanaan (begin van uitvoening)
Niat tidak memiliki arti apa pun dalam hukum pidana, sebab sifat dari niat adalah suatu sikap batin yang belum diwujudkan dalam bentuk perbuatan, maka tidak ada akibat hukum apa pun. Adanya permulaan pelaksanaan artinya telah terjadi perbuatan tertentu dan mengarah kepada perbuatan yang disebut dengan delik.
Berikut adalah beberapa pendapat dan teori yang terkait dengan permulaan pelaksanaan. Menurut Loebby Loqman, niat adalah suatu hal yang mustahil apabila mengutarakannya untuk melakukan suatu kejahatan. Oleh karena itu, dalam percobaan niat seseorang untuk melakukan kejahatan dihubungkan dengan permulaan pelaksanaan (Loqman, 1996: 16).
Berdasarkan syarat unsur kedua yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dihukum karena melakukan percobaan, berdasarkan Pasal 53 KUHP adalah unsur niat yang ada itu harus diwujudkan dalam suatu permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering).
Menurut Moeljanto, permulaan pelaksanaan delik yang diniatkan haruslah memenuhi tiga syarat, yaitu (Abidin,2006:84):
- Secara objektif, perbuatan yang dilakukan terdakwa telah mendekati delik yang diniatkan. Dengan kata lain, harus mengandung potensi untuk mewujudkan delik tersebut.
- Secara subjektif, yang dipandang dari sudut pandang niat, harus tidak ada keraguan lagi bahwa yang dilakukan oleh terdakwa diarah ke delik yang tertentu tersebut.
- Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan yang melawan hukum karena ia merupakan syarat mutlak bagi setiap delik.
Adapun dari syarat a dan b berasal dari rumusan delik percobaan misalnya Pasal 53 KUHP, sedangkan syarat c merupakan syarat mutlak bagi setiap delik. Pun pendapat dari Moeljatno ini adalah pendapat yang memandang bahwa percobaan itu sebagai delik berdiri di samping delik dalam bentuk selesai.
Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Syarat ketiga agar seseorang dapat dikatakan telah melakukan percobaan menurut KUHP adalah adanya pelaksanaan yang tidak selesai, bukan semata-mata karena disebabkan oleh kehendak pelaku.
Sehingga apabila tidak selesainya pelaksanaan itu disebabkan oleh kehendak sendiri (vrijwillige terugted) maka pelaku dapat dipidana. Tidak terlaksananya tindak pidana yang hendak dilakukannya itu bukan karena adanya faktor keadaan dari diri orang tersebut, yang memaksanya untuk mengurungkan niatnya semula.
Menurut Kanter dan Sianturi, keadaan yang dimaksud adalah setiap keadaan secara fisik maupun psikis yang datangnya dari luar yang menghalangi atau menyebabkan tidak sempurna terselesaikan kejahatan itu. Contoh dari keadaan fisik dalam pembunuhan yang hendak dilakukan oleh X dan Y (Kanter dan Sianturi, 2002: 324):
- Pada saat X membidikkan pistol kearah Y, tangan X dipukul oleh Z.
- Kopi beracun yang disediakan X yang seharusnya diminum oleh Y, tiba-tiba ditumpahkan oleh seekor kucing yang naik ke atas meja.
- Tembakan yang mengenai Y, hanya mengakibatkan luka ringan, atau meleset dari Y sehingga Y dalam keadaan yang baik-baik saja.
- Tertuju pada fsik si pembuat, sehingga dia tidak mampu menyelesaikan kejahatan. Hambatan ini dapat datang dari pihak korban, misalnya dengan posisi korban yang kuat serta berani melawan. Kemudian dapat juga datang dari pihak ketiga dan juga alat.
- Tertuju pada psikis si pembuat, oleh sebab adanya tekanan yang bersifat psikis yang akhirnya memaksa seseorang mengundurkan diri dari kejahatan yang dilakukan. Misalnya seorang perampok yang terpaksa meninggalkan tas korban, karena melihat rombongan massa akan menyerangnya.
Kemudian, jika tidak terselesaikannya perbuatan itu disebabkan oleh keinginan pelaku sendiri, maka dapat dikatakan bahwa ada pengunduran diri secara sukarela. Tidak terselesaikannya perbuatan karena kehendak sendiri secara teori dapat dibedakan antara (Nawawi Arief, 1984: 16):
- Pengunduran diri secara sukarela (rucktnit) yaitu tidak menyelesaikan perbuatan pelaksanaan yang diperlukan untuk delik yang bersangkutan.
- Penyesalan (tatiger reue) yaitu meskipun perbuatan pelaksanaan sudah diselesaikan tetapi dengan sukarela menghalau timbulnya akibat mutlak untuk delik tersebut.
3. Teori Percobaan Dalam Tindak Pidana
Berikut ini teori-teori percobaan tindak pidana :- Teori Subjektif
Teori subjektif menitikberatkan kepada niat seseorang, sebagaimana yang telah disebutkan pada Pasal 53 KUHP bahwa, “apabila niat itu telah terwujud dari adanya permulaan pelaksanaan.“ Jadi, dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan adalah semua perbuatan yang merupakan perwujudan dar niat pelaku.
Apabila suatu perbuatan sudah merupakan permulaan dari niatnya maka perbuatan tersebut sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan. Berdasarkan teori ini, patut dipidananya percobaan itu terletak pada sifat yang berbahaya dari si pelaku kejahatan. Jadi, unsur sikap batin itulah yang merupakan pegangan bagi teori ini.
Ajaran yang subjetif lebih menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal 53 KUHP sebagai permulaan pelaksanaan dari niat dan karena itu bertolak dari sikap batin yang berbahaya dari pembuat dan menanamkan perbuatan pelaksanaan tiap perbuatan yang menunjukkan bahwa pembuat secara psikis mampu untuk melakukannya.
Menurut van Hamel mengenai teori subjektif adalah sebagai berikut (Lamintang, 1997: 534): “tidak tepat pemikiran mereka yang mensyaratkan adanya suatu rectstreeks verband atau suatu hubungan yang langsung antara tindakan dan akibat, dimana orang menganggap yang dapat dihukum itu hanyalah tindakan-tindakan yang menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat.” - Teori Objektif
Teori ini bersandar pada objek dari tindak pidana, yaitu perbuatan. Berdasarkan teori ini, seseorang yang melakukan suatu percobaan itu dapat dihukum karena tindakannya bersifat membahayakan kepentingan hukum.
Ajaran ini menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal 53 KUHPidana lebih sebagai permulaan pelaksanaan dari kejahatan dan karena itu bertolak dari berbahanya perbuatan bagi tertib hukum dan menanamkan perbuatan pelaksanaan sebagai tiap perbuatan yang membahayakan kepentingan hukum.
4. Bentuk Percobaan Dalam Tindak Pidana
Berikut ini adalah percobaan dalam tindak pidana :- Percobaan selesai atau percobaan lengkap pada percobaan selesai, jika dilihat dari perbuatan sebenarnya bukanlah lagi termasuk pada pecobaan, karena baik niat, permulaan pelaksanaan dan pelaksanaannya telah selesai.
Hanya saja, sebab tindak pidana yang dituju tidak terjadi semata-mata dilihat dari hasil akhir pelaksanaan yang telah selesai, dan tidak tercapai apa yang dikehendaki, yang kemudian menyebabkan persoalan ini masih dapat dikategorikan pada percobaan (Chazawi,2002: 61). - Percobaan tertunda /terhenti/percobaan tidak lengkap Percobaan tertunda, adalah percobaan yang perbuatan pelaksanaannya terhenti pada saat mendekati selesainya kejahatan.
Misalnya seorang pencopet yang telah mengulurkan dan memasukkan tangannya dan telah memegang dompet dalam tas seseorang, namun tiba-tibaperempuan itu memukul tangan pencopet dan dompet tersebut lepas.
Maka, pada kasus ini dapat dikatakan percobaan kejahatan yang dapat dipidana, karena memenuhi semua unsur dari Pasal 53 ayat (1) KUHP. (Chazawi, 2008: 47) - Percobaan Tidak Mampu pada percobaan ini sebenarnya menitikberatkan pada tidak sempurnanya bukan pada bentuk percobaannya tetapi lebih kepada perbuatannya. Tetapi menurut Adami Chazawi, selain perbuatan, ketidaksempurnaan juga ada pada alat atau objek yang digunakan.
- Percobaan yang dikualifkasi percobaan yang dikualifkasi adalah percobaan yang perbuatan pelaksanaannya merupakan tindak pidana selesai yang lain daripada yang dituju. Misalnya, seorang yang dengan maksud ingin membunuh, tetapi hanya menyebabkan oramg tersebut luka berat.
Nah itu dia bahasan dari pengertian percobaan tindak pidana, dari penjelasan diatas bisa diketahui mengenai pengertian pecobaan tindak pidana, unsur percobaan tindak pidana, teori percobaan dalam tindak pidana, dan bentuk percobaan dalam tindak pidana. Mungkin hanya itu yang bisa disampaikan dalam artikel ini, mohon maaf bila terjadi kesalahan dalam penulisan, terimakasih telah membaca artikel ini."God Bless and Protect Us"